0% found this document useful 0 votes3K views7 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes3K views7 pagesCerita Rakyat Dari Sulawesi TenggaraJump to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Terlebih lagi jika Anda mengetahui filosofi dari masing-masing motif tersebut. 1. Batik Sulawesi Selatan (Toraja, Bugis, Makassar) Batik di Sulawesi Selatan khususnya di Tana Toraja diperkirakan sudah ada sejak abad ke V sebagai media pengungkapan ide dan gagasan mereka.
Jumlah Pengunjung 39,772 Cerita Rakyat Dari Sulawesi – Indonesia benar-benar sebuah negara yang di setiap daerahnya terdapat kisah-kisah legenda tertentu. Salah satu yang terkenal adalah cerita rakyat dari Sulawesi yang hingga saat ini masih terawat dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat untuk tetap menurunkan cerita-cerita tradisional kepada anak cucunya. Sehingga muncul siklus penceritaan legenda yang terus berkembang dengan intensif. Baca juga ya daftar enam Lagu Daerah Yang Berasal Dari Sulawesi Selatan Yang indah inilah 5 Lagu Daerah Yang Berasal Dari Sulawesi tenggara yang khas cerita rakyat dari Sulawesi // Nah, di bawah ini ada beberapa sinopsis sederhana tentang cerita legenda yang berasal dari propinsi Sulawesi. Kumpulan rangkuman cerita yang menjadi bukti kalau Sulawesi dan Indonesia adalah gudangnya legenda. Ini kisah cerita yang dimaksud 1. Legenda Batu Bangga Legenda Batu Bangga // Cerita Rakyat Dari Sulawesi Yang Terkenal yang pertaa adalah cerita tentang Legenda Batu Bangga yang meneceritakan kisah seorang anak bernama Intobu yang durhaka kepada ayahnya yang sudah tua renta. Bahkan, ia tega tidak menyelamatkan sang ayah saat terjadi gelombang ganas hanya karena malu pada istrinya yang cantik. Akhirnya sang ayah pun mengutuk Intobu menjadi batu beserta bangga atau sejenis perahu yang cukup besar. Beberapa saat setelah doa dipanjatkan, terjadi petir dan si anak durhaka tersebut akhirnya menjadi batu yang disebut batu bangga. Ada pesan moral yang bisa dipetik dari legenda ini yaitu jangan pernah menyia-nyiakan orang tua di masa tuanya. Justru ia harus dirawat dengan baik atau tuhan akan murka lalu mengirimkan laknatnya. 2. Legenda Sigarlaki dan Limbat Legenda Sigarlaki dan Limbat // Legenda Sigarlaki dan Limbat adalah kisah yang populer dan layak diceritakan kepada anak cucu kita dan juga termasuk Cerita Rakyat Dari Sulawesi Yang Terkenal. Pasalnya, di dalam kisah ini terdapat pesan moral yang bagus yaitu tidak asal menuduh orang sembarangan. Sigarlaki adalah seorang pemburu yang memiliki pelayan bernama Limbat. Karena Sigarlaki merasa lapar tetapi tidak mendapatkan satu buruan pun maka ia pulang dari hutan dengan harapan Limbat memasak untuknya. Sayang, ketika sampai di rumah Sigarlaki tidak menemukan makanan sedikitpun yang kata Limbat telah dicuri oleh orang. Namun, Sigarlaki tidak percaya dan menyangka makanan telah dihabiskan sendiri oleh pembantunya tersebut. Dari sini konflik terus bermula yang membuat Sigarlaki akhirnya menyesal karena menuduh Limbat macam-macam. 3. Legenda Si Penakluk Rajawali Legenda Si Penakluk Rajawali // Cerita rakyat dari Sulawesi yang juga cukup terkenal adalah Legenda Si Penakluk Rajawali. Sebuah kisah tradisional yang menarik karena dibumbui dengan intrik perkelahian antara pemuda tampan dengan rajawali raksasa. Kisah diawali dari keresahan seorang raja yang harus mengorbankan satu putri kesayangannya kepada rajawali raksasa. Karena itu, ia pun mengadakan sayembara barang siapa yang bisa menaklukkan rajawali tersebut akan dinikahkan dengan putrinya yang cantik. Cerita tidak sederhana tersebut karena si pemuda yang akhirnya berhasil membunuh sang rajawali justru lebih memilih kembali mengembara daripada menikahi sang putri. Namun, akhirnya lewat sebuah gelaran bola sepak, akhirnya putri dan sang pemuda dipertemukan kembali dan pernikahan bisa dilangsungkan. Baca juga ya 5 Alat Musik Tradisional Kalimantan Yang Masih Sering Dimainkan inilah 5 Rumah Adat Betang Di Kalimantan 4. Legenda Hawadiyah Legenda Hawadiyah // Legenda Hawadiyah adalah kisah percintaan yang sangat populer di Sulawesi. Mengisahkan dua orang perempuan bernama Hawadiyah dan Bekkandari yang tinggal di sebuah kampung bernama Mandar. Hawadiyah adalah perempuan cantik tetapi miskin dan hanya tinggal bersama ibunya di gubuk yang reyot. Sedangkan Bekkandari adalah perempuan yang kaya raya tetapi memiliki wajah yang biasa saja. Keduanya terlihat konflik sengit ketika ada pemuda bernama Mara’ Dia Jawa hendak melamar Hawadiyah. Terjadi konflik percintaan yang seru setelah itu, apalagi Hawadiyah dan ibunya menjadi pekerja di perkebunan kelapa sawit milik keluarga Bekkandari. 5. legenda Putri Tandampalik Legenda Putri Tandampalik, Cerita Rakyat Dari Sulawesi // Legenda Putri Tandampalik adalah Cerita Rakyat Dari Sulawesi Yang Terkenal. Bahkan, sering dijadikan bahan dongeng ketika orang tua akan menidurkan anaknya di malam hari. Di dalam kisah ini ada seorang putri bernama Putri Tandampalik yang diusir dari Kerajaan Luwu karena diserang penyakit kusta. Namun, ketika si putri terdampar di sebuah pulau, kusta di tubuhnya sembuh karena dijilati oleh seekor kerbau putih. Akhirnya sang putri menikah dengan putra mahkota Kerajaan Bone. Kehidupan mereka akhirnya berbahagia sekalipun keduanya berasal dari dua negara yang berbeda di kala itu. 6. Panglima To Dilating Panglima To Dilating, Cerita Rakyat Dari Sulawesi // Cerita rakyat Sulawesi yang terakhir adalah Panglima To Dilating. Kisah singkat tetapi mengandung pesan moral yang bagus. Bahkan, ada yang mengatakan kalau legenda ini adalah sebuah kisah sejarah tentang seorang panglima yang gagah perkasa. Panglima To Dilating adalah kepala pasukan Raja Gowa yang berhasil mengalahkan raja Lego yang telah menindas rakyat di Kerajaan Balanipa. Tak dinyana, ternyata Raja Balanipa sebelumnya adalah ayahnya sendiri yang dulu hendak membunuhnya saat masih bayi. Untung Panglima To Dilating diselamatkan oleh Patih Puang Moso dari kekejaman ayahnya sendiri. Sehingga, jadilah ia panglima kerajaan Gowa yang disegani. Itulah beberapa cerita rakyat dari Sulawesi yang layak diketahui oleh masyarakat. Jangan lupa untuk terus diceritakan kepada generasi selanjutnya supaya legenda tidak hilang ditelan jaman.
Nah, berikut ini ada fakta menarik dari kisah tersebut yang tidak boleh dilewatkan. 1. Laguna Air Putri. Tadi, sudah disebutkan bahwa legenda Nenek Luhu memiliki kaitan erat dengan asal-usul Laguna Air Putri. Nah, obyek wisata tersebut tepatnya terletak di Desa Waiyoho, Kecamatan Seram Barat.
Langsung ke konten Cerita Rakyat Nusantara Kumpulan Dongeng Anak Anak Sebelum Tidur Beranda Daftar Isi Hubungi Kami Tentang Kami Dongeng Dunia Fabel Cerita Anak Legenda Cerita Rakyat Nusantara Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Ksatria Dan Burung Garuda 18 Maret 2016 dongeng cerita rakyat Apakah kalian tahu burung Garuda yang menjadi lambang negara kita? Konon burung Garuda sangat besar dan kuat. Cerita Rakyat dari… Lanjutkan Membaca → Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Kisah La Sirimbone 17 Juli 2015 dongeng cerita rakyat Tinggalkan komentar Kebaikan hati La Sirimbone pada Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara membawa dia kepada keberuntungan. Orang yang baik hati akan disayangi oleh… Lanjutkan Membaca → Kebijakan Privasi Hak cipta © 2023 Cerita Rakyat Nusantara Kumpulan Dongeng Anak Anak Sebelum Tidur — Tema WordPress Ascension oleh GoDaddy
CeritaRakyat dari Sulawesi Tenggara : La Moelu. La Moelu adalah seorang anak laki-laki miskin yang masih berumur belasan tahun. Ia tinggal bersama ayahnya yang sudah tua renta di sebuah dusun di daerah Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Berkat kerja keras, kesabaran, dan ketekunannya, La Moelu menjadi seorang yang kaya raya
Makassar - Salah satu cerita rakyat Sulawesi Tenggara yang cukup populer adalah cerita tentang asal-usul Gunung Mekongga. Cerita rakyat ini masih hidup dan dipercaya di kalangan masyarakat secara Mekongga adalah sebuah gunung tertinggi yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahkan gunung ini pun termasuk ke dalam 7 gunung tertinggi yang ada di Pulau yang terletak di Kabupaten Kotala ini kerap menjadi incaran para pendaki dari berbagai daerah. Puncak tertingginya bernama puncak Masero-sero dengan ketinggian mencapai 2,620 mdpl. Di balik kokohnya Gunung Mekongga ini, terdapat cerita rakyat yang dipercaya sebagai asal-muasal tempat tersebut. Yakni legenda tentang seekor burung elang raksasa yang bernama seperti apa cerita rakyat tentang asal-usul Gunung Mekongga yang merupakan salah satu cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara? Berikut kisah selengkapnya dirangkum detikSulsel dari laman Perpustakaan Digital Budaya pada jaman dahulu di Negeri Sorume sekarang Kolaka, Sulawesi Tenggara hiduplah seekor burung garuda raksasa bernama Burung Kongga. Burung tersebut selalu membuat kekacauan di desa ia akan terbang dan memangsa hewan-hewan ternak milik penduduk desa. Bahkan jika ia tidak menemukan hewan, ia akan menculik seorang manusia dan penduduk merasa resah dan ketakutan dibuatnya. Semakin hari ternak-ternak milik warga perlahan semakin habis itulah penduduk Sorume pun mencari cara untuk mengatasi burung Kongga di sebuah negeri seberang bernama negeri Solumba sekarang Balandete, terdengarlah kabar bahwa ada seorang sakti mandraguna. Ia bernama adalah seorang tokoh yang datang dari tanah Luwu. Ia adalah kerabat dekat Sawerigading, yang merupakan tokoh penting nenek moyang orang dikutip dari laman resmi Kabupaten Kolaka, Sawerigading hidup sekitar abad XIV. Ia adalah cucu Batara Guru yang diutus oleh para Dewata untuk turun ke dunia dan memerintah di tanah Luwu kemudian menyebar ke beberapa wilayah, termasuk Sulawesi adalah keluarga dekat Sawerigading yang kemudian berangkat ke Tanah Alau Negeri di Timur. Tana Alau adalah sebutan orang Luwu untuk wilayah Sulawesi Tenggara karena mereka melihat matahari terbit di pagi hari ke arah di Tanah Alau, Ia pun menetap dan mendirikan kerajaan di Negeri Solumba. Di mana wilayah tersebut didiami oleh masyarakat yang menyebut dirinya 'Orang Tolaki' yang berarti orang-orang para penduduk di Sorume pun lantas mengirim utusan ke Negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi. Serta bermaksud meminta kesediaan Larumbalangi untuk membantu mengusir burung elang Raksasa di negeri Solumba, para utusan itupun kemudian menceritakan mengenai peristiwa yang menimpa negeri mereka pada Larumbalangi. Ia pun memberikan saran pada penduduk Sorume untuk menggunakan bambu runcing untuk melawan si burung Kongga raksasa."Untuk mengatasi garuda raksasa, kalian harus menggunakan strategi yang tepat. Kumpulkanlah oleh kalian bambu tua kemudian buat ujungnya menjadi runcing. Olesi juga ujungnya dengan racun. Carilah seorang pemberani di negeri kalian untuk melawan si garuda raksasa. Pagari ia dengan bambu runcing. Jadi apabila burung Kongga menyerang, ia akan tertusuk oleh bambu beracun tersebut," kata utusan pun berterima kasih atas saran tersebut. Bergegaslah mereka pulang ke Negeri Sorume untuk melaksakan wasiat bambu runcing di Sorume, para utusan menceritakan saran Larumbalangi itu kepada para para tetua ada pun segera mengadakan sayembara guna mencari laki-laki pemberani untuk melawan burung raksasa tersebut menjanjikan bahwa siapapun yang bisa melawan si Burung Kongga Raksasa, jika ia adalah seorang rakyat jelata maka akan diangkat menjadi Bangsawan. Dan jika ia dari kalangan bangsawan, maka akan diangkat menjadi pemimpin hari Sayembara tersebut diadakan, ratusan pendekar dari berbagai wilayah untuk mengikutinya. Setiap orang menunjukkan kemampuannya di depan para tetua dan sesepuh negeri setelah melalui persaingan dan pemilihan yang ketat, terpilihlah seorang pemenang yang bernama Tasahea. Ia adalah seorang rakyat biasa namun pemberani dari negeri para sesepuh kemudian meminta penduduk untuk membuat bambu runcing yang diujungnya diolesi racun. Selanjutnya bambu-bambu runcing itu pun ditancapkan di Padang kemudian dimasukkan ke dalam lingkaran yang dikelilingi bambu beracun. Ia kemudian ditinggalkan sendirian untuk memancing si burung Garuda Raksasa berjam-jam Tasahea berdiri di dalam bambu runcing, namun burung garuda raksasa belum juga kelihatan. Hingga pada saat siang hari, tiba-tiba saja cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi mendung dan gelap itulah Tasahea melihat burung garuda raksasa terbang mendekatinya. Dengan suaranya yang menggelegar, burung raksasa tersebut siap menyerang dan memangsa belum sempat menyentuhnya, sayap si garuda tertusuk oleh bambu runcing beracun. Burung garuda raksasa pun mengerang ingin menyia-nyiakan kesempatan, Tasahea pun segera mengambil sebilah bambu runcing beracun yang ada di sampingnya. Dan lantas melemparkannya dan mengenai bagian dada si burung garuda semakin meronta-ronta kesakitan. Ia pun memutuskan untuk terbang menjauh dari tempat itu. Di kepakkan sayapnya lagi untuk melepaskan diri dari bambu runcing beracun segera terbang tinggi namun tak berapa lama, tubuhnya pun terjatuh tepat di atas sebuah gunung. Tak lama berselang, sang Garuda akhirnya mati terkena efek racun bambu negeri Sorume bersorak-sorak mengelu-elukan Tasahea sebagai kegembiraan rakyat tidak berlangsung lama. Bangkai burung garuda raksasa ternyata menyebarkan wabah penyakit. Banyak penduduk meninggal setelah muntah-muntah karena wabah penyakit. Begitu pula tanaman penduduk banyak mati diserang hal ini para tetua adat kembali mengirim utusan untuk menemui Larumbalangi. Sesampainya di negeri Solumba, para utusan menyampaikan permasalahan wabah yang berasal dari bangkai burung garuda Kongga kepada hal ini, Larumbalangi segera berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar menurunkan hujan deras agar bangkai garuda raksasa beserta ulat-ulat terbawa mengabulkan doa Larumbalangi. Negeri Sorume dilanda hujan sangat deras selama tujuh hari tujuh malam. Akibatnya Negeri Sorume mengalami banjir hebat. Banjir hebat tersebut membawa bangkai garuda raksasa beserta ulat-ulat hanyut terbawa hujan reda & banjir surut, wabah penyakit beserta ulat yang melanda negeri Sorume akhirnya hilang. Rakyat negeri Sorume bergembira, akhirnya kedamaian bisa hadir di negeri menghargai jasa Tasahea & Larumbalangi, para tetua ada sepakat mengangkat Tasahea menjadi bangsawan. Sedangkan Larumbalangi diangkat sebagai pemimpin negeri tempat jatuhnya burung garuda raksasa tersebut pun diberi nama Gunung Mekongga. Simak Video "Dataran yang Terangkat, Kisah Puncak Khayangan Wakatobi " [GambasVideo 20detik] edr/alk
Sagumenjadi salah satu bahan makanan bagi masyarakat Indonesia bagia timur. Salah satu makanan khas dari Sulawesi Tenggara, Sinonggi juga berbahan dasar sagu. Makanan khas suku Tolaki dari Sulawesi Tenggara ini terbuat dari pati sari sagu. Suku Tolaki secara turun temurun sudah mengonsumsi Sinonggi sebagai makanan pokok.
Sulawesi Tenggara - Indonesia Rating 25 pemilih Gunung Mekongga memiliki ketinggian m di atas permukaan laut, terletak di Kecamatan Ranteangin, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Menurut bahasa setempat, kata gunung mekongga berarti gunung tempat matinya seekor elang atau garuda raksasa yang ditaklukkan oleh seorang pemuda bernama Tasahea dari negeri Loeya. Peristiwa apakah gerangan yang terjadi di daerah itu, sehingga Tasahea menaklukkan burung garuda itu? Lalu, bagaimana cara Tasahea menaklukkannya? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Mula Nama Gunung Mekongga berikut ini. * * * Alkisah, pada suatu waktu negeri Sorume kini bernama negeri Kolaka dilanda sebuah malapetaka yang sangat dahsyat. Seekor burung garuda raksasa tiba-tiba mengacaukan negeri itu. Setiap hari burung itu menyambar, membawa terbang, dan memangsa binatang ternak milik penduduk, baik itu kerbau, sapi, atau pun kambing. Jika keadaan itu berlangsung terus-menerus, maka lama-kelamaan binatang ternak penduduk akan habis. Penduduk negeri Kolaka pun diselimuti perasaan khawatir dan cemas. Jika suatu saat binatang ternak sudah habis, giliran mereka yang akan menjadi santapan burung garuda itu. Itulah sebabnya mereka takut pergi ke luar rumah mencari nafkah. Terutama penduduk yang sering melewati sebuah padang luas yang bernama Padang Bende. Padang ini merupakan pusat lalu-lintas penduduk menuju ke kebun masing-masing. Sejak kehadiran burung garuda itu, padang ini menjadi sangat sepi, karena tidak seorang pun penduduk yang berani melewatinya. Pada suatu hari, terdengarlah sebuah kabar bahwa di negeri Solumba kini bernama Belandete ada seorang cerdik pandai dan sakti yang bernama Larumbalangi. Ia memiliki sebilah keris dan selembar sarung pusaka yang dapat digunakan terbang. Maka diutuslah beberapa orang penduduk untuk menemui orang sakti itu di negeri Solumba. Agar tidak disambar burung garuda, mereka menyusuri hutan lebat dan menyelinap di balik pepohonan besar. Sesampainya di negeri Solumba, utusan itu pun menceritakan peristiwa yang sedang menimpa negeri mereka kepada Larumbalangi. ”Kalian jangan khawatir dengan keadaan ini. Tanpa aku terlibat langsung pun, kalian dapat mengatasi keganasan burung garuda itu,” ujar Larumbalangi sambil tersenyum simpul. ”Bagaimana caranya? Jangankan melawan burung garuda itu, keluar dari rumah saja kami tidak berani,” ucap salah seorang utusan. ”Begini saudara-saudara. Kumpulkan buluh bambu yang sudah tua, lalu buatlah bambu runcing sebanyak-banyaknya. Setelah itu carilah seorang laki-laki pemberani dan perkasa untuk dijadikan umpan burung garuda itu di tengah padang. Kemudian, pagari orang itu dengan bambu runcing dan ranjau!” perintah Larumbalangi. Setelah mendengar penjelasan itu, para utusan kembali ke negerinya untuk menyampaikan pesan Larumbalangi. Penduduk negeri itu pun segera mengundang para kesatria, baik yang ada di negeri sendiri maupun dari negeri lain, untuk mengikuti sayembara menaklukkan burung garuda. Keesokan harinya, ratusan kesatria datang dari berbagai negeri untuk memenuhi undangan tersebut. Mereka berkumpul di halaman rumah sesepuh Negeri Kolaka. ”Wahai saudara-saudara! Barangsiapa yang terpilih menjadi umpan dan berhasil menaklukkan burung garuda itu, jika ia seorang budak, maka dia akan diangkat menjadi bangsawan, dan jika ia seorang bangsawan, maka dia akan diangkat menjadi pemimpin negeri ini,” sesepuh negeri itu memberi sambutan. Setelah itu, sayembara pun dilaksanakan dengan penuh ketegangan. Masing-masing peserta memperlihatkan kesaktian dan kekuatannya. Setelah melalui penyaringan yang ketat, akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh seorang budak laki-laki bernama Tasahea dari negeri Loeya. Pada waktu yang telah ditentukan, Tasahea dibawa ke Padang Bende untuk dijadikan umpan burung garuda. Ketika berada di tengah-tengah padang tersebut, budak itu dipagari puluhan bambu runcing. Ia kemudian dibekali sebatang bambu runcing yang sudah dibubuhi racun. Setelah semuanya siap, para warga segera bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan hutan di sekitar padang tersebut. Tinggallah Tasahea seorang diri di tengah lapangan menunggu kedatangan burung garuda itu. Menjelang tengah hari, cuaca yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung. Itu pertanda bahwa burung garuda sedang mengintai mangsanya. Alangkah senang hati burung garuda itu saat melihat sosok manusia sedang berdiri di tengah Padang Bende. Oleh karena sudah sangat kelaparan, ia pun segera terbang merendah menyambar Tasahea. Namun, malang nasib burung garuda itu. Belum sempat cakarnya mencengkeram Tasahea, tubuh dan sayapnya sudah tertusuk bambu runcing terlebih dahulu. ”Koeeek... Koeeek... Koeeek... !!!” pekik burung garuda itu kesakitan. Tasahea pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cekatan, ia melemparkan bambu runcingnya ke arah dada burung garuda itu. Dengan suara keras, burung garuda itu kembali menjerit kesakitan sambil mengepak-epakkan sayapnya. Setelah sayapnya terlepas dari tusukan bambu runcing, burung itu terbang tinggi menuju Kampung Pomalaa dengan melewati Kampung Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, dan Palau Maniang. Akan tetapi, sebelum sampai Pomalaa, ia terjatuh di puncak gunung yang tinggi, karena kehabisan tenaga. Akhirnya ia pun mati di tempat itu. Tasahea menombak burung garuda Sementara itu, penduduk negeri Kolaka menyambut gembira Tasahea yang telah berhasil menaklukkan burung garuda itu. Mereka pun mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Namun, ketika memasuki hari ketujuh yang merupakan puncak dari pesta tersebut, tiba-tiba mereka mencium bau bangkai yang sangat menyengat. Pada saat itu, tersebarlah wabah penyakit mematikan. Banyak penduduk meninggal dunia terserang sakit perut dan muntah-muntah. Sungai, pepohonan, dan tanaman penduduk dipenuhi ulat. Tak satu pun tanaman penduduk yang dapat dipetik hasilnya, karena habis dimakan ulat. Akibatnya, banyak penduduk yang mati kelaparan. Penduduk yang masih tersisa kembali panik dan cemas melihat kondisi yang mengerikan itu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, mereka pun segera mengutus beberapa orang ke negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi. ”Negeri kami dilanda musibah lagi,” lapor salah seorang utusan. ”Musibah apalagi yang menimpa kalian?” tanya Larumbalangi kepada utusan yang baru datang dengan tergopoh-gopoh. ”Iya, Tuan! Negeri kami kembali dilanda bencana yang sangat mengerikan,” jawab seorang utusan lainnya, seraya menceritakan semua perihal yang terjadi di negeri mereka. ”Baiklah, kalau begitu keadaannya. Kembalilah ke negeri kalian. Tidak lama lagi musibah ini akan segera berakhir,” ujar Larumbalangi. Setelah para utusan tersebut pergi, Larumbalangi segera memejamkan mata dan memusatkan konsentrasinya. Mulutnya komat-kamit membaca doa sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit. ”Ya Tuhan! Selamatkanlah penduduk negeri Kolaka dari bencana ini. Turunkanlah hujan deras, agar bangkai burung garuda dan ulat-ulat itu hanyut terbawa arus banjir!” demikian doa Larumbalangi. Beberapa saat kemudian, Tuhan pun mengabulkan permohonan Larumbalangi. Cuaca di negeri Kolaka yang semula cerah, tiba-tiba menjadi gelap gulita. Awan tiba-tiba menggumpal menjadi hitam. Tidak berapa lama, terdengarlah suara guntur bersahut-sahutan diiringi suara petir menyambar sambung-menyambung. Hujan deras pun turun tanpa henti selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh sungai yang ada di negeri Kolaka dilanda banjir besar. Bangkai dan tulang belulang burung garuda itu pun terbawa arus air sungai. Demikian pula ulat-ulat yang melekat di dedaunan dan pepohonan, semuanya hanyut ke laut. Itulah sebabnya laut di daerah Kolaka terdapat banyak ikan dan batu karangnya. Gunung tempat jatuh dan terbunuhnya burung garuda itu dinamakan Gunung Mekongga, yang artinya gunung tempat matinya elang besar atau garuda. Sementara sungai besar tempat hanyutnya bangkai burung garuda dinamakan Sungai Lamekongga, yaitu sungai tempat hanyutnya bangkai burung garuda. Budak laki-laki dari Negeri Loeya yang berhasil menaklukkan burung garuda tersebut diangkat derajatnya menjadi seorang bangsawan. Sedangkan Larumbalangi yang berasal dari negeri Solumba diangkat menjadi pemimpin Negeri Kolaka, yaitu negeri yang memiliki tujuh bagian wilayah pemerintahan yang dikenal dengan sebutan ”Tonomotuo”. * * * Demikian ceita Asal Mula Nama Gunung Mekongga dari daerah Kolaka, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori mitos yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah keutamaan sifat tidak mudah putus asa. Orang yang tidak mudah berputus asa adalah termasuk orang yang senantiasa berpikiran jauh ke depan dan pantang menyerah jika ditimpa musibah. Sifat ini ditunjukkan oleh perilaku masyarakat Kolaka yang ditimpa musibah. Mereka tidak pernah berputus asa untuk mencari bantuan agar negeri mereka terbebas dari bencana. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu yang berpikiran jauh,ditimpa musibah pantang mengeluh yang berpikiran jauh,tahu mencari tempat berteduh Samsuni /sas/97/09-08 Sumber Isi cerita diadaptasi dari Sidu, La Ode. 1999. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara. Jakarta - 29k, diakses tanggal 3 September Tenas. 2006. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan AdiCita Karya Nusa. Kredit foto Dibaca kali Hak Cipta Telah Didaftarkan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonseia Copyrights by Dilarang keras mendownload, menggunakan, dan menyebarluaskan cerita-cerita di website ini tanpa seizin penulis dan Silahkan memberikan rating anda terhadap cerita ini. Komentar untuk "" Berikan Komentar Anda
Qomariah, Nurul (2016) Putri Lumimuut : asal-usul etnis Minahasa, Sulawesi Utara. Cerita rakyat dari Sulawesi Utara. Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta. ISBN 9786024370213 R. R.M. Wirakusuma, R.M. Wirakusuma (1989) Suluk Seh Ngabdul Salam (1989). DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. ISBN 979 459-062-2
Apakah kalian tahu burung Garuda yang menjadi lambang negara kita? Konon burung Garuda sangat besar dan kuat. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara yang akan Kakak ceritakan malam hari ini berkisah tentang seorang ksatria dan Burung Garuda. Kisah ini menjadi legenda asal muasal terbentuknya Gunnung Mekongga yang berada di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Kalian pasti suka dengan dongeng anak yang kakak ceritakan malam hari ini. Selamat membaca. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Asal Usul Gunung Mekongga Dahulu kala, daerah Kolaka dilanda musibah yang cukup mengerikan. Seekor burung garuda raksasa sering datang memangsa ternak penduduk. Penduduk banyak yang kehilangan ternak milik mereka. Lama-kelamaan, mereka khawatir ternak mereka akan habis. Dan jika tidak ada ternak lagi yang bisa disantap, penduduk khawatir burung garuda raksasa juga akan memangsa manusia. Kekhawatiran ini yang membuat beberapa wakil warga mencari seorang cerdik pandai bernama Larumbalangi. Ia terkenal dengan kesaktiannya, karena keris sakti, dan sarung sakti yang bisa dipakai untuk terbang. Mereka meminta pendapat Larumbalangi untuk melawan garuda raksasa itu. “Mudah saja. Kalian cari bambu tua dan buatlah menjadi beberapa bambu rucing. Kemudian pilihlah seseorang kesatria untuk dijadikan umpan. Bawalah orang itu ke tengah lapangan dan pagari dengan bambu-bambu runcing itu. Ujung bambu yang runcing haruslah menghadap ke atas. Biarkan ia menjadi daya tarik burung garuda raksasa untuk mendekat. Kelika burung itu sudah dekat, suruh orang tersebut menusukkan bambu runcing yang dipegangnya ke perut burung itu dan biarkan burung tersebut jatuh menancap pada bambu-bambu runcing di sekelilingnya.” Warga pun melaksanakan saran Larumbalangi. Mereka mencari orang yang bersedia dijadikan umpan untuk memancing burung garuda raksasa. Dengan demikian, diadakanlah sayembara bagi orang yang bersedia menjadi umpan. Jika pemenangnya seorang budak, ia akan dibebaskan dan diangkat menjadi bangsawan. Namun jika pemenangnya adalah seorang bangsawan, ia akan diangkat menjadi pemimpin. Dari sekian banyak orang yang berminat, hanya satu orang yang memenuhi syarat. Ia adalah seorang budak bernama Tasahea dari Negeri Loeya. Pada hari yang ditentukan, Tasahea dibawa ke tengah Padang Bende. Ia dikelilingi oleh beberapa bambu runcing yang sudah ditancapkan ke tanah. Kemudian semua warga mulai bersembunyi. Menjelang siang, tiba-tiba suasana menjadi mendung. Itu pertanda burung garuda raksaa telah datang. Burung mengerikan itu melihat mangsanya di Padang Bende. Burung itu mulai terbang mendekat. Tasahea segera mengambil kuda-kuda. Pada jarak yang cukup dekat, Tasahea melemparkan bambu runcing yang dipegangnya tepat mengenai perut burung garuda. Burung garuda raksasa itu menjerit keras. Ia terjatuh dan menancap ke bambu-bambu runcing yang sudah dipasang. Burung itu kembali menjerit kesakitan, dengan luka-luka di tubuhnya, ia mengepakkan sayapnya menjauh. Namun, karena lukanya cukup parch dan tenaganya sudah habis, ia jatuh dan mati di puncak gunung. Penduduk Kolaka bersuka cita. Mereka mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Namun, pada hari ketujuh, terjadilah wabah penyakit. Di mana-mana tercium bau bangkai. Banyak penduduk terserang penyakit muntah-muntah dan sakit perut, hingga meninggal dunia. Tumbuh-turnbuhan terserang ulat. Hasil panen termakan ulat, sehingga penduduk terserang kelaparan. Rupanya, bangkai burung garuda raksasa di atas gunung itu membusuk dan menimbulkan banyak penyakit. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Ksatria Dan Burung Garuda Beberapa orang wakil dari penduduk kembali mendatangi Larumbalangi. Mereka menceritakan bencana baru yang menyerang desa mereka. Larumbalangi terdiam sejenak sebelum kemudian berkata, “”Pulanglah kalian sekarang. Musibah ini akan segera berakhir.” Setelah mereka semua pergi, Larumbalangi berdoa kepada Yang Maha Kuasa. “Ya Tuhan. Tolong selamatkan penduduk Kolaka yang sedang dilanda masalah. Turunkanlah hujan besar hingga dapat menghanyutkan bangkai burung garuda dan ulat-ulat di pepohonan ke laut.” Tuhan mengabulkan permohonan Larumbalangi. Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Sungai di Kolaka meluap. Bangkai dan tulang belulang burung raksasa serta ulat-ulat hanyut ke laut. Wilayah Kolaka pun bebas dari musibah mematikan itu. Gunung tempat jatuhnya burung garuda raksasa itu dinamakan Gunung Mekongga yang artinya tempat jatuhnya burung raksasa. Sementara itu, Tasahea, kesatria yang rela menjadi umpan burung garuda diangkat derajatnya menjadi bangsawan. Kemudian Larumbalangi dipilih sebagai pemimpin Negeri Kolaka. Di Kabupaten Kolaka di Sulawesi Tenggara terdapat Gunung Mekongga dengan ketinggian sekitar 2620 m. Gunung Mekongga adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Pesan moral dari Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Ksatria Dan Burung Garuda adalah selama menghadapi segala persoalan kita tidak boleh mudan putus asa. Ikuti cerita rakyat Sulawesi Tenggara lainnya pada artikel kakak berikut ini Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi
q36w. xel6mrm319.pages.dev/300xel6mrm319.pages.dev/252xel6mrm319.pages.dev/390xel6mrm319.pages.dev/126xel6mrm319.pages.dev/113xel6mrm319.pages.dev/141xel6mrm319.pages.dev/106xel6mrm319.pages.dev/90xel6mrm319.pages.dev/135
cerita rakyat dari sulawesi tenggara